Selasa, 12 April 2016

Mengejar Cita (1) Bab : Alasan

Pada bab mengejar cita ini saya akan menceritakan perjalanan saya selama menempuh Ph.D 



Entri ini dibuat untuk menjawab pertanyaan dari beberapa kawan ketika saya mengambil pilihan untuk memperjuangkan salah satu mimpi yang ingin saya raih dalam waktu dekat ini: Menjadi Ph.D student.

Memutuskan untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya sudah mengakar dalam diri saya sejak bercita-cita untuk menjadi dosen. Mengapa harus dosen? ini semua berawal dari sebuah ketertarikan yang tumbuh menjadi kecintaan pada ilmu Perkapalan dan keinginan untuk menjadi seseorang yang bermanfaat lewat keilmuan yang saya miliki (Lebih lengkapnya akan saya bahas tersendiri). Sebelumnya saya ingin berpendapat bahwa tingkat pendidikan itu tidak terkait pada kepintaran seseorang.. Tingkat pendidikan lebih condong ke arah prioritas dan kebutuhan masing-masing individu. 

Itulah yang saya alami saat ini.  saya butuh S3 untuk memperdalam riset yang saya lakukan.. untuk menunjang cita-cita saya menjadi seorang dosen dan peneliti. Selain itu ada alasan lain yang penting.. dan tersampaikan lewat cerita yang saya baca dari blog ini
Mengutip nasehat dari seorang dosen  kepada mahasiswinya yang masih bimbang untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S3 :

“Dek, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S2 dan S3 dan mendapat ilmu darinya?”
“Sejak saya kuliah di ITB, Pak.” Jawab sang mahasiswi.
Kemudian dosen itu melanjutkan,
”Ya dek, betul, saya pun demikian. Saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini. Tapi dek, coba adek fikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan mengusap rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti. Apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan kau lahirkan nanti..”

Based on Dr. Hermawan Dipojono story. Lecturer from Physics Engineering ITB. 

Saya ingin menjadi seorang ibu yang bisa menceritakan.. mengajarkan.. banyak hal baik ke anak-anaknya kelak..

Banyak juga yang mempertanyakan kenapa harus ke luar negeri? Well.. Jujur saja, saya memilih University of Strathclyde  dengan banyak pertimbangan, salah satunya karena universitas tersebut merupakan rekomendasi dari professor saya di ITS. Disana sedang dikembangkan riset yang saya tekuni, dan memang masih sangat-jarang-sekali ada orang yang 'menyentuh' bidang ini di Indonesia, Beliau berkata saya akan mendapat lebih banyak ilmu dan pengalaman disana. Alhamdulillah atas link dari beliau saya bisa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan dosen senior disana hingga berujung pada LOA (Baca: Langkah-langkah mendapatkan LOA S3)



Pertanyaan selanjutnya.. Kenapa harus secepatnya?
Hmm.. mungkin banyak yang menganggap saya terlalu berambisi belum lulus S2 kok sudah cari kampus buat S3. That's okay, saya maklumi kalau ada yang berpikiran seperti itu (Saat ini saya sedang menempuh semester 4 pendidikan S2 saya di ITS) 
Berdasarkan pengalaman senior, dan dosen-dosen saya.. proses S3 itu tidak cepat dan mudah. butuh waktu mulai dari persiapan topik, dan lain-lain.. saya ingin START lebih awal, dengan memulai lebih cepat insyaallah semuanya bisa dipersiapkan lebih matang bukan? alasan yang kedua adalah karena ada kesempatan, ini semua adalah rezeki ketika jalan saya untuk mendapat LOA dipermudah oleh-Nya. Kemudian muncul pertanyaan "Is there a second chance?" ketika saya melepas kesempatan ini.. 
Dan yang terakhir adalah.. jika terlalu lama menunda, saya khawatir.. semangat untuk belajar dan melanjutkan studi akan semakin rendah.

Pertanyaan pamungkas.. Kenapa tidak menikah dahulu?
Oke, ini adalah pertanyaan kerap kali saya terima dan kadang bikin telinga panas (tetapi sejauh ini saya berpositif thinking orang yang bertanya adalah orang yang care) saya juga sama seperti wanita lainnya yang ingin menikah.. tetapi saya tidak ingin terlihat galau, sehingga terkesan tidak memikirkan  Saya membayangkan betapa bahagianya kalau bisa lanjut study bersama dengan pasangan. Tentunya saya juga berusaha mencapai apa yang saya idamkan itu.. seperti apa usahanya? *SKIP langsung ke intinya saja, seindah apapun plan kita, Just believe.. Allah's plans will always be greater than ours. Menikah tidak sesederhana aku yes, kamu yes.. tidak sesederhana itu, ada banyak hal yang tidak bisa dipaksakan. Karena menikah itu ibadah besar, ujiannya pasti juga besar.. sejauh ini yang bisa saya jawab : karena belum dipertemukan dengan orang yang bisa saling mendukung #caseclosed
There will be a time, you smile when you remember those things and feel how’s Allah love you with all the stories happened
Catatan terakhir, perjalanan ini masih panjang, Saya masih harus berjuang untuk IELTS, Beasiswa, dan sidang tesis pastinya. Saya sangat percaya bahwa hasil tidak akan menghianati proses, selama masih bisa diusahakan.. saya akan mengusahakannya lebih dari yang bisa diusahakan, bingung kan bacanya? hehe. Intinya, saya akan memberikan usaha terbaik saya.. selebihnya, biarkan Allah yang mengaturnya dengan indah.












0 komentar:

Posting Komentar